SUDAHKAH
ANAK MERASA DICINTAI?
(Part
1)
Setiap kali melakukan sesi konseling pada
orang tua yang membawa anaknya terapi terapi karena “dianggap’ bermasalah seperti
malas belajar, sulit konsentrasi, kurang percaya diri, mogok sekolah dan gagap.
Pertanyaan yang selalu saya ajukan adalah “Sudahkah anak bapak/ibu merasa
dicintai oleh orangtuanya? Dan jawaban
yang selalu muncul adalah; “kami sangat sayang dan selalu memenuhi
kebutuhannya, apapun yang diminta selalu kami berikan, kalaupun kami marah atau
menghukumnya itu untuk kebaikannya, pastilah dia merasa dicintai”
Boleh jadi Ayah bunda yang membaca tulisan ini
juga merasa demikian, sebagai orang tua pastilah mencintai anaknya dan yakin
bahwa anak pasti merasa dicintai. Dulu,sebelum mempelajari mind technology dan
praktik sebagai hipnoterapis itu juga
yang kami - terutama saya- yakini. Sebagai orang tua kami merasa sangat yakin,
anak-anak kami sudah pasti merasa dicintai, karena sejak bayi setiap hari kami membanjiri
dengan kata-kata sayang, cinta, dan selalu berusaha memenuhi apapun
kebutuhannya.
Namun semenjak berinteraksi dan membantu
banyak klien anak dan orang dewasa dengan berbagai permasalahannya baik
psikologis maupun psikosomatis seperti kecanduan pornografi, kecanduan games,
kurang percaya diri, gagap, kecemasan, sulit tidur, obesitas, GERD selalu
menemukan bahwa akar masalah dan penyebab lanjutan yang memicu munculnya simtom
baik fisik maupun psikologis adalah perasaan tidak aman, perasaan tidak
dicintai, merasa tidak diterima dan disayangi oleh orang tua. Perasaan tersebut
muncul akibat perlakuan orang tua yang diterimanya dan dimaknai secara negatif.
Misalnya beberapa klien pada masa kecilnya pernah dikurung dikamar mandi,
dipukul dengan ikat pinggang, dibandingkan dengan saudara, atau terlambat
dijemput di sekolah sewaktu TK. Meskipun disisi lain orang tua selalu memberi
hadiah, selalu mengatakan sayang pada anaknya.
Yang penting diperhatikan bukan seberapa besar
orang tua mencintai anaknya, namun apakah anak sudah merasa dicintai dan disayangi
oleh orang tuanya.
TANGKI
CINTA
Dalam diri anak dan
setiap orang selalu ada ruang dalam dirinya untuk menampung perasaan cinta dan
kasih sayang dari orang tuanya, yang dapat kita istilahkan sebagai Tangki
Cinta. Ada tangki cinta ayah dan ada tangki cinta ibu. Tangki Cinta Ayah hanya
dapat diisi oleh ayah demikian juga dengan tangki cinta ibu hanya dapat diisi
oleh ibu. Tangki ini bisa terisi penuh, setengah atau bahkan kosong. Tangki
cinta ini akan terisi jika anak merasa aman, merasa dicintai atau merasa
diterima oleh ayah ibunya dan akan berkurang isinya saat anak merasa tidak aman
atau tidak dicintai seperti saat dihukum, saat dibohongi, saat ditinggalkan.
Jika tangki cinta
ini penuh, anak pasti merasa aman, sehingga sikap, perilaku dan ucapannya
selalu baik, menuruti apa yang orang tua mau, dapat berkembang dengan sehat dan
bahagia. Lalu apa yang terjadi saat isi tangki kosong? Tentu anak merasa tidak
aman, sehingga muncullah perilaku berbohong, melawan, ucapan yang kasar,
menolak saat diperintah atau bahkan sakit.
Jika diibaratkan
mobil, apa yang bapak ibu rasakan saat melihat panel indikator bahan bakar
menunjukkan posisi F (fuel) , pasti merasa tenang dan aman selama perjalanan
bukan? Lalu apa yang dirasakan saat jarum indikator berada diposisi setengah
atau bahkan huruf E (empty)? Pasti merasa gelisah, cemas. Benar apa betul?
OK, kalau begitu
bagaimana cara orang tua mengisi tangki cinta anak?
Seperti yang kita pahami sebelumnya, bahwa untuk
mengisi tangki cinta dalam diri anak, adalah dengan membuat anak merasa
dicintai sehingga merasa aman. Cara untuk membuat anak merasa dicintai adalah
dengan melakukan cinta sesuai bahasa kasih yang dimiliki anak.
Apa itu Bahasa
Kasih? Dan bagaimana cara mengisi Tangki Cinta dengan bahasa kasih tersebut?
Semoga bersabar
menunggu tulisan berikutnya.
Salam Bahagia,
Khairul Anwar
Hipnoterapist
WA. 081378537379